Remuknya Hati
Hari itu matahari bersinar begitu terik. Tapi, Viska sampai dirumah dengan perasaan berbunga-bunga. Begitulah perasaan orang yang sedang dimabuk asmara. Semua terasa begitu indah. Tak ada hari yang dilewatkan tanpa senyuman. Bayang-bayang wajah Vino pun selalu bermain-main dalam benak Viska.
Dengan semangatnya Viska berjalan menaiki tangga. Lalu mengganti pakaian dan menghempaskan tubuhnya di tempat tidur mungilnya.
“Oh Vino..” ujar Viska saat menghempaskan tubuhnya.
“Ika, makan dulu!” teriak ibunda Viska.
“Ntar aja deh Bunda... Ika ngantuk! Capek Bunda!” jawab Viska.
“Tapi, nanti ingat makan ya Nak! Ingat obatnya juga diminum!” teriak Ibu Viska kembali.
“Iya Bunda! Ika ingat kok.. Pasti Ika minum..” ujar Viska sambil perlahan memejamkan matanya.
Begitulah Viska. Remaja yang mempunyai nama lengkap Deviska Reinadhar Hontinus itu biasa dipanggil Ika oleh keluarganya. Ia dikenal sebagai anak yang tangguh, yang tak pernah terlihat muram atau sedih. Selalu ceria dan tak pernah menyerah. Periang, pemberani, dan tak takluk oleh apapun. Tapi, anak semata wayang dari pasangan Dirgayusa El Hontinus dan Ni Made Dharmani Marvina ini, nampaknya dapat takluk oleh cinta dan rasa kantuk. Tak heran jika sudah lelah dan mengantuk, apapun pasti ditinggalkannya.
“Obat ya? Aku lelah kalau harus minum obat terus..” batin Viska seraya bangun dan meminum beberapa kaplet obat. Ia sebenarnya lapar. Tapi, segera ia buang jauh-jauh pikirannya untuk makan. Ia lebih memilih menghempaskan tubuhnya, dan memejamkan matanya kembali.
Dalam tidur ia bermimpi. Bertemu sesosok pria yang belakangan mengusik benak dan batinnya. I Gusti Garvino Aufkal Surya Candra. Begitulah nama lengkap pria itu. Laki-laki jangkung yang berperawakan sedang, dan memakai kacamata. Tubuhnya tidak begitu atletis bagi seorang pria. Sangat sering tersenyum atau tertawa ketika berbicara, bahkan dalam keadaan diam. Tak heran mengapa Kinan tak percaya, seorang Viska bisa jatuh cinta dengan seorang pria seperti Vino.
Dalam mimpinya ia dan Vino tertawa bersama. Viska membelai wajah Vino yang cerah. Vino melemparkan senyum hangatnya, lalu merangkul Viska. Viska menyandarkan tubuhnya pada Vino. Begitu nyaman rasanya. Viska begitu bahagia.
Tapi, kemudian ia dibangunkan oleh suara lagu Vierra yang berjudul Bersamamu, yang belakangan menjadi nada dering ponselnya. Viska lalu meraba-raba tempat tidurnya hendak mencari telpon genggamnya.
“Halo..” jawab Viska.
“Halo, ini Viska ya? Ini aku Ananda..” ujar orang diseberang.
“Oh Nanda.. Iya, kenapa Nan?” tanya Viska masih terbaring.
“Gini.. ini soal Vino..” jawab Nanda. Sontak saja Viska langsung bangun dari tempat tidur dan duduk, mencoba untuk lebih fokus.
“Iya..Vino kenapa?” tanya Viska.
“Gini.. Tapi, sory ya, aku musti bilang ini...” jawab Nanda.
“Iya.. nggak apa-apa. Apa sih?” tanya Viska penasaran.
“Gini.. Tadi aku ketemu Vino di parkiran. Terus, aku tanya aja, ‘Vin, kamu tau nggak siapa yang suka sama kamu di kelasmu?’ terus, dia ngjawab, ‘Deviska kan?’...” ujar Nanda terhenti.
Deg.
“Terus.. Terus..?” tanya Viska tak sabaran, meski ia kaget mendengarnya.
“Ya, aku tanya aja, ‘Terus kamu gimana?’ dia ngejawab ‘Aku nggak mau’...” jawab Nanda.
“Maksudnya nggak mau? Emang aku ada nembak dia?” dengan cepat Viska bertanya.
“Ya.. Dia nggak ngejelasin apa maksudnya. Dia langsung pergi gitu aja. Mungkin dia nggak suka sama kamu..” jawab Nanda. Viska hanya terdiam mendengar ucapan Nanda.
“Halo.. Viska.. Kamu nggak apa-apa kan? Kamu masih denger aku?” tanya Nanda yang kelihatannya khawatir.
“Ah.. Nggak.. Aku nggak apa-apa kok. Its okey.. Kamu tau kan, aku itu orangnya kayak gimana Nan, So.. Nyante aja..” jawab Viska kemudian, meski hatinya remuk dan embun yang menggelayut di kedua pelupuk matanya telah jatuh dengan derasnya.
“Thanks ya Nan..” ujar Viska kemudian mencoba untuk tidak terisak.
“Oh iya sama-sama.. Ya udah deh gitu aja.. Da..” ujar Nanda memutuskan telepon.
Viska hanya membisu, kembali menghempaskan tubuhnya di tempat tidur dan membiarkan air matanya terus mengalir makin deras.
“Apa maksudnya dia bilang nggak mau? Apa dia nggak suka sama aku? Dia tau aku suka sama dia, tapi, kenapa dia tetap baik dan malah makin deket sama aku? Kalau dia nggak suka sama aku, kenapa dia nggak ngejauhin aku aja? Apa maksudnya? Aku nggak ngerti! Dia seolah ngasi aku harapan. Tapi, harapan kosong! Palsu!” batin Viska masih meneteskan air mata.
Rasa bahagia beberapa saat yang lalu, terhempas begitu saja. Hatinya hancur. Ia terjebak dalam dilema yang dibuat Vino. Dilema tentang perasaan dan sikap Vino padanya.
Kau hancurkan aku dengan sikapmu..
Tak sadarkah kau telah menyakitiku..
Lelah hati ini meyakinkanmu..
Cinta ini membunuhku..
Lagu D’Masiv yang berjudul ‘Cinta ini Membunuhmu’ dari Nokia N70 tersebut, mengiringi tangis remaja yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta itu. Mengungkapkan betapa perih hatinya. Dan ia larut dalam mimpi, ketika telah lelah menangis.
* * *
Pagi itu tak seperti pagi biasanya. Udara terasa lebih dingin dari hari-hari sebelumnya. Udara sedingin pagi itu mungkin dapat membekukan raga. Tapi, udara pagi itu belum bisa membekukan luka hati Viska.
“Hoi.. Kenapa? Kemarin senyam senyum sendiri. Sekarang, diem gitu aja tanpa ekspresi..” tanya Kinan. Viska tak menjawab. Ia hanya termenung dan memainkan pensilnya di meja.
“Okey, aku akan berusaha ngelupain dia.. Ngelupain Vino. Mungkin aku akan bisa lebih fokus pada pelajaran...” batin Viska.
Hari itu tak biasanya Viska tak menghadap ke belakang, menghadap ke Vino. Biasanya, pasti ada saja yang dibicarakannya pada Vino. Namun hari itu tidak. Jika Vino bertanya, Viska hanya menjawab seperlunya. Padahal biasanya, jika kedua orang itu bertemu dan bicara, pasti tak dapat disela atau dipisahkan. Tak biasanya Viska tak menimpali tanggapan Vino. Ia berlalu begitu saja. Ia berusaha untuk jauh dari ketua kelasnya itu.
Meski dari luar Viska terlihat kuat dan tegar, tapi sesungguhnya, batinnya tersiksa karena sikapnya pada Vino. Sesungguhnya ialah yang tak bisa jauh dan lepas dari Vino. Hampir di segala hal, pasti ada kaitan dan hubungannya dengan laki-laki itu. Vino sudah merupakan bagian dari tiga perempat hidupnya dikelas delapan. Betapa tersiksanya Viska karena sikap yang ia buat sendiri.
* * *
“Huf!! Apa yang harus ku lakukan? Aku nggak akan bisa ngejauhin Vino. Aku nggak akan bisa ngelupain dia. Tapi, aku harus gimana?” tulis Viska di diary mungilnya.
“Suara hati, tolong jawab pertanyaanku! Apa yang harus aku lakukan?” Viska membatin.
“Biasanya aku bisa menasehati teman-temanku. Tapi, mengapa sekarang aku tak bisa menasehati diriku sendiri? Huf! Okey! Tenang Deviska! Tenang!” ujar Viska pada dirinya sendiri, dan kemudian menarik nafas panjang beberapa kali.
“Okey. Coba lakukan yang biasa aku lakukan dalam menghadapi masalah teman-temanku. Kalau ini adalah masalah temanku, apa yang akan aku katakan?” ucap Viska mulai berpikir.
“Kalau ini adalah masalah temanku, aku akan berkata, ‘Jangan kamu jauhi Vino! Dia tidak melakukan kesalahan apapun! Bersikaplah seperti biasa. Biarkan perasaanmu seperti air yang mengalir. Jangan siksa dirimu dengan menjauhinya’ gitu..” ujar Viska sesaat kemudian.
“Ya! Itu benar! Okey. Mungkin Vino tidak menyukaiku. Tapi, aku tak mungkin bisa menghilangkan dan menghentikan perasaanku padanya begitu saja. Aku merasa benar-benar jatuh cinta padanya. Rasa ini berbeda. Bukan hanya sekedar suka atau kagum semata. Bukankah cinta tak harus memiliki? Aku mencintainya tulus, dari lubuk hatiku yang paling dalam. Dan cinta yang tulus, tak mengharapkan apa-apa..” ujar Viska terhenti.
“Aku akan tetap membiarkan cinta ini tumbuh di hatiku, meski Vino mungkin tidak membalas perasaanku. Tapi aku iklas. Apapun yang terjadi aku akan tetap mencintainya. Aku tidak mungkin egois, dan merusak persahabatan kami. Bagiku, yang terpenting Vino bahagia. Dan, masih bisa melihat senyum dan tatapan hangat Vino padaku saja, bagiku itu sudah cukup..” ujar Viska ditengah kesendiriannya di dalam kamar mungil kesayangannya.
Segala keragu-raguannya mungkin sudah dapat terpecahkan oleh dirinya sendiri. Viska memang bercita-cita menjadi seorang Psicolog. Dan dapat menghadapi, serta mengatasi permasalahan dirinya dan orang disekitarnya, merupakan pijakan awal, tuk menggapai cita-citanya tersebut.
Viska kemudian tersenyum lega. Ia mencoba tuk tak peduli dengan kata-kata yang diucapkan Vino pada Ananda tempo hari. Dan Vino, tetap menjadi seseorang yang tak bisa hilang dari benak dan hatinya.
* * *
Hari itu matahari bersinar begitu terik. Tapi, Viska sampai dirumah dengan perasaan berbunga-bunga. Begitulah perasaan orang yang sedang dimabuk asmara. Semua terasa begitu indah. Tak ada hari yang dilewatkan tanpa senyuman. Bayang-bayang wajah Vino pun selalu bermain-main dalam benak Viska.
Dengan semangatnya Viska berjalan menaiki tangga. Lalu mengganti pakaian dan menghempaskan tubuhnya di tempat tidur mungilnya.
“Oh Vino..” ujar Viska saat menghempaskan tubuhnya.
“Ika, makan dulu!” teriak ibunda Viska.
“Ntar aja deh Bunda... Ika ngantuk! Capek Bunda!” jawab Viska.
“Tapi, nanti ingat makan ya Nak! Ingat obatnya juga diminum!” teriak Ibu Viska kembali.
“Iya Bunda! Ika ingat kok.. Pasti Ika minum..” ujar Viska sambil perlahan memejamkan matanya.
Begitulah Viska. Remaja yang mempunyai nama lengkap Deviska Reinadhar Hontinus itu biasa dipanggil Ika oleh keluarganya. Ia dikenal sebagai anak yang tangguh, yang tak pernah terlihat muram atau sedih. Selalu ceria dan tak pernah menyerah. Periang, pemberani, dan tak takluk oleh apapun. Tapi, anak semata wayang dari pasangan Dirgayusa El Hontinus dan Ni Made Dharmani Marvina ini, nampaknya dapat takluk oleh cinta dan rasa kantuk. Tak heran jika sudah lelah dan mengantuk, apapun pasti ditinggalkannya.
“Obat ya? Aku lelah kalau harus minum obat terus..” batin Viska seraya bangun dan meminum beberapa kaplet obat. Ia sebenarnya lapar. Tapi, segera ia buang jauh-jauh pikirannya untuk makan. Ia lebih memilih menghempaskan tubuhnya, dan memejamkan matanya kembali.
Dalam tidur ia bermimpi. Bertemu sesosok pria yang belakangan mengusik benak dan batinnya. I Gusti Garvino Aufkal Surya Candra. Begitulah nama lengkap pria itu. Laki-laki jangkung yang berperawakan sedang, dan memakai kacamata. Tubuhnya tidak begitu atletis bagi seorang pria. Sangat sering tersenyum atau tertawa ketika berbicara, bahkan dalam keadaan diam. Tak heran mengapa Kinan tak percaya, seorang Viska bisa jatuh cinta dengan seorang pria seperti Vino.
Dalam mimpinya ia dan Vino tertawa bersama. Viska membelai wajah Vino yang cerah. Vino melemparkan senyum hangatnya, lalu merangkul Viska. Viska menyandarkan tubuhnya pada Vino. Begitu nyaman rasanya. Viska begitu bahagia.
Tapi, kemudian ia dibangunkan oleh suara lagu Vierra yang berjudul Bersamamu, yang belakangan menjadi nada dering ponselnya. Viska lalu meraba-raba tempat tidurnya hendak mencari telpon genggamnya.
“Halo..” jawab Viska.
“Halo, ini Viska ya? Ini aku Ananda..” ujar orang diseberang.
“Oh Nanda.. Iya, kenapa Nan?” tanya Viska masih terbaring.
“Gini.. ini soal Vino..” jawab Nanda. Sontak saja Viska langsung bangun dari tempat tidur dan duduk, mencoba untuk lebih fokus.
“Iya..Vino kenapa?” tanya Viska.
“Gini.. Tapi, sory ya, aku musti bilang ini...” jawab Nanda.
“Iya.. nggak apa-apa. Apa sih?” tanya Viska penasaran.
“Gini.. Tadi aku ketemu Vino di parkiran. Terus, aku tanya aja, ‘Vin, kamu tau nggak siapa yang suka sama kamu di kelasmu?’ terus, dia ngjawab, ‘Deviska kan?’...” ujar Nanda terhenti.
Deg.
“Terus.. Terus..?” tanya Viska tak sabaran, meski ia kaget mendengarnya.
“Ya, aku tanya aja, ‘Terus kamu gimana?’ dia ngejawab ‘Aku nggak mau’...” jawab Nanda.
“Maksudnya nggak mau? Emang aku ada nembak dia?” dengan cepat Viska bertanya.
“Ya.. Dia nggak ngejelasin apa maksudnya. Dia langsung pergi gitu aja. Mungkin dia nggak suka sama kamu..” jawab Nanda. Viska hanya terdiam mendengar ucapan Nanda.
“Halo.. Viska.. Kamu nggak apa-apa kan? Kamu masih denger aku?” tanya Nanda yang kelihatannya khawatir.
“Ah.. Nggak.. Aku nggak apa-apa kok. Its okey.. Kamu tau kan, aku itu orangnya kayak gimana Nan, So.. Nyante aja..” jawab Viska kemudian, meski hatinya remuk dan embun yang menggelayut di kedua pelupuk matanya telah jatuh dengan derasnya.
“Thanks ya Nan..” ujar Viska kemudian mencoba untuk tidak terisak.
“Oh iya sama-sama.. Ya udah deh gitu aja.. Da..” ujar Nanda memutuskan telepon.
Viska hanya membisu, kembali menghempaskan tubuhnya di tempat tidur dan membiarkan air matanya terus mengalir makin deras.
“Apa maksudnya dia bilang nggak mau? Apa dia nggak suka sama aku? Dia tau aku suka sama dia, tapi, kenapa dia tetap baik dan malah makin deket sama aku? Kalau dia nggak suka sama aku, kenapa dia nggak ngejauhin aku aja? Apa maksudnya? Aku nggak ngerti! Dia seolah ngasi aku harapan. Tapi, harapan kosong! Palsu!” batin Viska masih meneteskan air mata.
Rasa bahagia beberapa saat yang lalu, terhempas begitu saja. Hatinya hancur. Ia terjebak dalam dilema yang dibuat Vino. Dilema tentang perasaan dan sikap Vino padanya.
Kau hancurkan aku dengan sikapmu..
Tak sadarkah kau telah menyakitiku..
Lelah hati ini meyakinkanmu..
Cinta ini membunuhku..
Lagu D’Masiv yang berjudul ‘Cinta ini Membunuhmu’ dari Nokia N70 tersebut, mengiringi tangis remaja yang baru pertama kali merasakan jatuh cinta itu. Mengungkapkan betapa perih hatinya. Dan ia larut dalam mimpi, ketika telah lelah menangis.
* * *
Pagi itu tak seperti pagi biasanya. Udara terasa lebih dingin dari hari-hari sebelumnya. Udara sedingin pagi itu mungkin dapat membekukan raga. Tapi, udara pagi itu belum bisa membekukan luka hati Viska.
“Hoi.. Kenapa? Kemarin senyam senyum sendiri. Sekarang, diem gitu aja tanpa ekspresi..” tanya Kinan. Viska tak menjawab. Ia hanya termenung dan memainkan pensilnya di meja.
“Okey, aku akan berusaha ngelupain dia.. Ngelupain Vino. Mungkin aku akan bisa lebih fokus pada pelajaran...” batin Viska.
Hari itu tak biasanya Viska tak menghadap ke belakang, menghadap ke Vino. Biasanya, pasti ada saja yang dibicarakannya pada Vino. Namun hari itu tidak. Jika Vino bertanya, Viska hanya menjawab seperlunya. Padahal biasanya, jika kedua orang itu bertemu dan bicara, pasti tak dapat disela atau dipisahkan. Tak biasanya Viska tak menimpali tanggapan Vino. Ia berlalu begitu saja. Ia berusaha untuk jauh dari ketua kelasnya itu.
Meski dari luar Viska terlihat kuat dan tegar, tapi sesungguhnya, batinnya tersiksa karena sikapnya pada Vino. Sesungguhnya ialah yang tak bisa jauh dan lepas dari Vino. Hampir di segala hal, pasti ada kaitan dan hubungannya dengan laki-laki itu. Vino sudah merupakan bagian dari tiga perempat hidupnya dikelas delapan. Betapa tersiksanya Viska karena sikap yang ia buat sendiri.
* * *
“Huf!! Apa yang harus ku lakukan? Aku nggak akan bisa ngejauhin Vino. Aku nggak akan bisa ngelupain dia. Tapi, aku harus gimana?” tulis Viska di diary mungilnya.
“Suara hati, tolong jawab pertanyaanku! Apa yang harus aku lakukan?” Viska membatin.
“Biasanya aku bisa menasehati teman-temanku. Tapi, mengapa sekarang aku tak bisa menasehati diriku sendiri? Huf! Okey! Tenang Deviska! Tenang!” ujar Viska pada dirinya sendiri, dan kemudian menarik nafas panjang beberapa kali.
“Okey. Coba lakukan yang biasa aku lakukan dalam menghadapi masalah teman-temanku. Kalau ini adalah masalah temanku, apa yang akan aku katakan?” ucap Viska mulai berpikir.
“Kalau ini adalah masalah temanku, aku akan berkata, ‘Jangan kamu jauhi Vino! Dia tidak melakukan kesalahan apapun! Bersikaplah seperti biasa. Biarkan perasaanmu seperti air yang mengalir. Jangan siksa dirimu dengan menjauhinya’ gitu..” ujar Viska sesaat kemudian.
“Ya! Itu benar! Okey. Mungkin Vino tidak menyukaiku. Tapi, aku tak mungkin bisa menghilangkan dan menghentikan perasaanku padanya begitu saja. Aku merasa benar-benar jatuh cinta padanya. Rasa ini berbeda. Bukan hanya sekedar suka atau kagum semata. Bukankah cinta tak harus memiliki? Aku mencintainya tulus, dari lubuk hatiku yang paling dalam. Dan cinta yang tulus, tak mengharapkan apa-apa..” ujar Viska terhenti.
“Aku akan tetap membiarkan cinta ini tumbuh di hatiku, meski Vino mungkin tidak membalas perasaanku. Tapi aku iklas. Apapun yang terjadi aku akan tetap mencintainya. Aku tidak mungkin egois, dan merusak persahabatan kami. Bagiku, yang terpenting Vino bahagia. Dan, masih bisa melihat senyum dan tatapan hangat Vino padaku saja, bagiku itu sudah cukup..” ujar Viska ditengah kesendiriannya di dalam kamar mungil kesayangannya.
Segala keragu-raguannya mungkin sudah dapat terpecahkan oleh dirinya sendiri. Viska memang bercita-cita menjadi seorang Psicolog. Dan dapat menghadapi, serta mengatasi permasalahan dirinya dan orang disekitarnya, merupakan pijakan awal, tuk menggapai cita-citanya tersebut.
Viska kemudian tersenyum lega. Ia mencoba tuk tak peduli dengan kata-kata yang diucapkan Vino pada Ananda tempo hari. Dan Vino, tetap menjadi seseorang yang tak bisa hilang dari benak dan hatinya.
* * *
Categories:
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkomentar.. Saran dan kritiknya saya tunggu lho.. :-D